Powered By Blogger

Kamis, 29 September 2011

Cara Hafalan Alqur'an Pada Anak


Cara Hafalan Alqur'an Pada Anak



Terakhir disunting sekitar 3 bulan yang lalu ·
Anak balita mempunyai pikiran yang jernih dan pemahaman yang masih fitrah, maka ajarkanlah mereka aqidah dan manhaj yang benar. Didik mereka dengan membiasakan mereka menghafal, terutama menghafal al qur'an. Berikut adalah sebuah tips yang disampaikan oleh Syeikh kita Abu Hudzaifah semoga Allah menjaganya mengajarkan kepada anak-anak didiknya secara tidak langsung, dan cara ini terbukti karena beginilah ulama-ulama salaf mendidik anak-anak mereka.

Ketika Syeikh mengajarkan anaknya dalam menghafal al-qur'an atau yang lain, setelah ana perhatikan ternyata masyaallah, cara yang sungguh menakjubkan dan murah tanpa biaya, akan tetapi hal ini membutuhkan peran dari ortua.

Tips Pertama: Cara Menghafal
Perumpamaan anak dalam menghafal itu bagaikan menulis di sebuah batu yang ketika sudah tertulis / terukir di sebuah batu maka sulitlah hilang dan lenyap, oleh karena itu suruh dan didk mereka dengan menghafal.
 Caranya sebagi ibu/bapak/kaka/tante/paman/saudara-saudara lainnya bacakan kepada anak dalam satu hari 1 ayat al qur'an dan suruh anak-anak untuk menglangnya. Teruskan sampai 20x kali baca dan anak menirukan, sebagai contoh: seorang ibu/bapak membaca surat An-nas ayat pertama "qul a'udu birabbinas" dan anak menirukan apa yang bapak dan ibu bacakan. Diusakan 20x atau 50x, semakin banyak pengulangan semakin lama pula hafalan merekat di otak. Dan setelah itu suruh anak membaca tanpa mendengarkan drai ibu / bapak dan suruh anak mengulang 5 kali. Dan begitu setiap hari sampai ketika kita orang tua mengetahui bahwa anak kita mampu menghafal lebih dari 1 ayat. Maka di tambah dengan 2 ayat, 3 ayat sampai 1/2 halaman 1 halamman dan seterusnya. Tapi bagusnya sedikit demi sedikit jangan terburu -buru. Waktu yang paling bagus dalam menghafal adalah di pagi hari.

Tips Kedua: Cara Murajaah / Mengulang Hafalan
Cara mura ja'ah setelah anak sudah hafal satu atau beberapa ayat yang di hafalkan adalah dengan  menyuruh anak-anak menyetorkan pada bapa/ibu atau tante /paman dan ini dilakukan setiap habis menghafal dan setiap sore, terus sampai seterusnya. Dan yang istiqamah setiap hari dan berikan hari  libur padanya 1 hari misal hari jum'at.
Tips Ketiga: Cara Murajaah Hafalan yang Banyak
Ketika anak hafal satu surat, maka dia harus murajaah/mengulang hafalan  yang baru di hafal dan satu surat yang telah di hafal. Bagaimana kalo 5 surat jangan paksa anak-anak untuk murajaah yang banyak kalo belum terbiasa. Usahakan murajaah hafalan yang baru dan 3 surat atau 2 surat sehari. Bagaimana kalo hafalan anak sudah 1 juz? disuahakan suruh anak murajaah hafalan yang baru dan 1/4 juz 1 hari. Bagaimana kalo hafalan anak 3 juz? Biasakan anak murajaah setiap hari 1 juz dan hafalan yang baru.
 Seperti inilah Syeikh kita Abu Hudzaifah al-liby mengajarkan kepada anak-anaknya. Dan begitu juga para pengajar kita di markaz bani dobyan Yaman. Insyaallah sekiranya ini dilakukan rutin setiap hari anak-anak akan menyelesaikan hafalan al qur'an 30 juz.
Yang Istiqamah sedikit demi sedikit "bukankah gunung terdiri dari butiran batu yang kecil" sedikit-sedikit akan menjadi bukit..

Rabu, 28 September 2011

IDEOLOGISASI IPNU


Oleh : Intan Hidayat[1]

Ideologi[2] sebagai pandangan hidup berbeda dengan agama. Ideologi bersumber dari hasil perenungan dan pemikiran yang mendalam seorang manusia sedangkan agama bersumber dari Allah Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi pedoman hidup manusia. Demikian kompleksnya hal-hal yang terkandung dalam suatu ideologi, sehingga mempengaruhi watak tingkah laku penganutnya sehari-hari.
Dalam organisasi, ideologi merupakan hal yang sangat penting, sebab dari ideologi itulah nantinya seseorang akan dapat merumuskan strategi perjuangan serta progam-progam apa saja yang semestinya dicanangkan. Tanpa ideologi, keberadaan suatu organisasi tak ubahnya seperti kendaraan yang melaju tanpa mengetahui arah serta tujuan yang akan dicapainya.

Ideologi Aswaja
IPNU-IPPNU sebagai oragnisasi sayap NU (Banom), secara ideologi tentunya mengikuti organ induknya, yaitu Nahdlatul Ulama’. Hal ini dikarenakan keberadaan IPNU-IPPNU itu sendiri adalah untuk mengawal serta menjaring kader-kader muda NU yang umumnya tersebar diberbagai tempat, di sekolah, pesantren, kampus dan juga di pelosok-pelosok desa. Kader-kader muda inilah yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan NU di masa depan.
Ideologi IPNU-IPPNU adalah ideologi Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) yang sering dikonotasikan sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep 'aqidah, syari'ah dan tasawuf dengan karakter moderat (tawassuth), seimbang/proposional (tawazun) dan toleran (tasamuh). Salah satu ciri intrinsik paham ini -sebagai identitas- ialah keseimbangan pada dalil naqliyah dan 'aqliyah. Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan secara prinsipil dengan nash-nash formal. Ekstrimitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan naqliyah, tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma naqliyah tanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadahan yang dipertimbangkan secara matang.
Aswaja sebagai ideologi IPNU-IPPNU, memposisikan agama (Islam) secara seimbang (tawazun). Agama tidak hanya diposisikan sebagai institusi pelayanan terhadap otoritas Tuhan (teosentris) yang dijauhkan dari orientasi pelayanan terhadap manusia (antroposentris). Tidak pula sebaliknya, agama hanya diposisikan sebagai institusi sosial yang membatasi perhatiannya pada pelayanan sosial dengan mengabaikan dimensi ketuhanan. Dalam konteks ini, IPNU-IPPNU mempunyai pandangan bahwa agama disamping sebagai institusi ketuhanan, ia juga merupakan institusi sosial yang keduanya ibarat dua mata uang yang tidak dapat saling dipisahkan, atau dipilih salah satu darinya dengan membuang yang lain.

Ruang Lingkup Perjuangan IPNU-IPPNU
Dengan corak ideologi yang (pelestarian tradisi NU) sebagaimana yang sementara ini dipersepsikan sebagian kalangan. Lebih dari itu, lingkup perjuangan IPNU-IPPNU pada dasarnya juga meliputi hal-hal yang bersentuhan langsung dengan realita sosial, baik yang berkenaan dengan masalah sosial itu sendiri ataupun masalah-masalah kebangsaan lainnya. Hanya saja sebagai organisasi kepemudaan yang berada dalam naungan NU, IPNU-IPPNU lebih menfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah ke “pelajaran” dengan asumsi bahwa para pelajar itulah yang nantinya akan mengendalikan serta menentukan nasib bangsa ini untuk masa yang akan datang.
Baik buruknya bangsa ini erat kaitannya dengan kondisi riil para pelajar saat ini. Karena itu, keberadaan mereka harus senantiasa mendapatkan pengawalan, baik melalui pendekatan struktural organisasi maupun pendekatan-pendekatan yang bersifat kultural.
IPNU-IPPNU sebagai badan otonom termuda NU yang menjadi wadah bagi pelajar, remaja dan santri NU, memiliki jargon belajar, berjuang dan bertaqwa. Jargon ini sebenarnya merupakan simplifikasi dari visi besar IPNU-IPPNU, yaitu terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis atas dasar ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. Visi besar IPNU-IPPNU tersebut menjelaskan pada kita bahwa ada 3 hal yang sebenarnya menjadi bidikan utama dari ruang gerak IPNU-IPPNU, yaitu visi kepelajaran, visi sosial kebangsaan dan visi keislaman.
Dengan 3 visi itulah, IPNU-IPPNU bertekad dan selalu berusaha menjadi organisasi kepemudaan yang senantiasa menjadi garda depan bagi NU, khususnya di wilayah pengkaderan dan pengawalan nilai perjuangan NU yakni Islam ala ahlussunah wal jama’ah, guna membendung pengaruh dari kalangan yang anti terhadap NU, yaitu mereka yang bangga dengan jargon “bid’ah, kufur dan syirik” nya, dan juga mereka yang lantang menyuarakan jargon “khilafah”nya . Hal tersebut dilakukan IPNU-IPPNU melalui upaya-upaya pemberian kesadaran kepada pelajar-pelajar tentang pemahaman hakikat dari Islam sebagai agama yang rahmat bagi semesta. Kemudian upaya-upaya pemakmuran masjid dan musholla dengan mengaktifkan kegiatan tradisi ke-NU-an (Yasinan, Shalawatan dan Ratiban), agar tidak ada lagi kasus perebutan musholla ataupun masjid NU sebagaimana yang sering diberitakan.
Ikhtiar lain yang juga dilakukan oleh IPNU-IPPNU dalam merealisasikan visinya ialah pemberian kesadaran pada santri-santri pesantren tentang kaidah-kaidah interkoneksitas antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh KH. Wahab Hasbullah pada IPNU (termasuk juga IPPNU). Agar IPNU mampu menjadi media penghubung bagi dikotomi (pemisahan) keilmuan yang terjadi antara ilmu agama (Pesantren) dan ilmu umum, agar tercapai suatu keserasian di antaranya. Melalui upaya penyadaran tersebut, diharapkan nantinya akan lahir dari NU generasi-generasi yang tidak hanya memiliki bakat (skill) untuk menjadi seorang ustadz atau kiyai, tapi juga memiliki bakat untuk terjun diberbagai bidang dan profesi, baik hukum, kenegaraan, kesehatan dan lain sebagainya. Melalui kolaborasi antara ilmu “agama” dan ilmu “umum” ini juga nantinya diharapkan akan terlahir manusia-manusia yang tidak hanya memilki SDM yang unggul, tapi juga memiliki nilai-nilai relegiusitas tinggi yang teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian adalah gambaran singkat mengenai lingkup perjuangan serta berbagai ikhtiar yang dilakukan oleh IPNU-IPPNU untuk ikut berperan aktif dalam dunia kepemudaan dan kependidikan di Indonesia, agar IPNU-IPPNU bisa menjadi contoh yang baik bagi generasi muda di masa-masa yang akan datang.
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) harus mampu merumuskan ideologi yang terkait dengan kepelajaran. Ideologi itu penting keberadaannya sebagai upaya agar organisasi berbasis pelajar NU tersebut mampu merespon persoalan sosial.
Hadir sebagai pembedah buku karya Arief Rohman tersebut, intelektual muda NU yang juga seorang aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), selama ini ada “ruang” yang tidak terisi di dalam IPNU. Ia menyebutnya prinsip perjuangan IPNU dalam dunia pelajar. “Ada ruang kosong, apa yang menjadi prinsip perjuangan IPNU dalam dunia kepelajaran, belum ada,” Sehingga, tak bisa disalahkan jika IPNU dewasa ini kurang mampu merespon persoalan-persoalan sosial yang sedang dihadapi masyarakat. “Misalkan masalah komersialisasi dan mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, IPNU tidak punya respon,” ungkapnya.
Mustafied tak menyangkal bahwa IPNU juga memiliki ideologi. Namun demikian, ideologi itu dikritiknya karena dinilai masih terlalu normatif. “Ideologi IPNU itu masih terlalu normatif, sama seperti (ideologinya) Ansor, NU sendiri, dan lain-lain,”
Oleh karena itu, imbuhnya, sebuah keniscayaan jika IPNU masih tetap ingin eksis, maka harus ada perumusan kembali ideologi tersebut agar bisa melakukan respon terhadap permasalahan sosial.
“Ideologi IPNU yang sudah ada harus di-break down ke arah yang menyentuh pada persoalan kepelajaran. Ibaratnya, bisa nggak kita bilang, kalau ada kader IPNU nggak peduli sama masalah pendidikan, maka dia bukan ‘umat’ IPNU,” terang Mustafied. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, maka percuma saja berorganisasi. Menurutnya, berorganisasi dengan pola seperti itu tidak lebih dari sekedar menjalankan rutinitas semata. Namun demikian, penulis mensyaratkan perumusan kembali ideologi IPNU tersebut harus melalui kajian yang mendalam, tidak hanya kajian teks, tapi juga kajian historis (sejarah). Hal itu, katanya, penting dilakukan agar upaya tersebut tidak terjebak dalam kungkungan teks yang kaku.
Salah satu hal yang juga menjadi perhatian penulis adalah munculnya kecenderungan gerakan pemikiran dari para kaum muda NU, termasuk IPNU yang mengarah pada tiga hal, yakni gerakan pemikiran yang bersifat liberalistik, sosialistik dan gaya Islam pasca-kolonial.
IPNU-IPPNU adalah organisasi pelajar yang sejak kelahirannya disiapkan sebagai wadah kaderisasi Nahdlatul Ulama (NU). Karena itulah agenda kaderisasi menjadi "titik tempur" utama. IPNU-IPPNU masa depan harus dapat melahirkan kader-kader yang tidak hanya tangguh secara intelektual dan memiliki keunggulan akhlaq serta terampil berorganisasi, melainkan juga siap tempur di medan peradaban yang makin kompleks.
Tentu untuk merealisasikan itu, hal pertama yang mesti kita lakukan adalah penguatan kelembagaan organisasi. Tak dipungkiri, masa transisi yang kini tengah dijalani memberikan konsekuensi yang tidak sedikit dalam ranah keorganisasian. Konseptualisasi IPNU-IPPNU setelah kembali ke pelajar belum selesai. "Bagaimana IPNU-IPPNU menunaikan tugasnya sebagai organisasi pelajar?" adalah pertanyaan fundamental yang mesti segera dicari jawabannya. Ada beberapa tawaran yang dapat penulis sampaikan.

Pertama, harus ada iktikad internal untuk melakukan pembenahan organisatoris. Konsekuensi "kembali ke pelajar" adalah mengembalikan basis organisasi ke sekolah dan pesantren. Mengembalikan IPNU-IPPNU ke “kandang”nya (sekolah dan pesantren) menjadi sangat urgen untuk melakukan kaderisasi di kalangan remaja terdidik. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa pelajar adalah “investasi masa depan” bagi NU (dan bangsa). Sementara ada kenyataan bahwa pelajar NU sebagai kekuatan masa depan kini tidak mendapat perhatian yang optimal oleh Nahdlatul Ulama, terutama dalam hal penanaman nilai dan gerakan. Oleh karena itu dibutuhkan organisasi yang secara intensif menjadi wadah aktualisasi bagi pelajar dan santri NU. Akibat tidak adanya perhatian dan pembinaan yang khusus, tidak sedikit kalangan muda terdidik ini yang mengalami “pembusukan” di tengah jalan.
Untuk merealisasikan agenda ini, maka IPNU-IPPNU harus "berekspansi" ke sekolah dan pesantren. Namun tidak cukup dengan begitu saja. Apa yang harus dilakukan setelah masuk sekolah dan pesantren? Masuknya IPNU-IPPNU ke sekolah dan harus disertai dengan tawaran yang “mengiurkan” bagi proses pendewasaan siswa. Di sinilah harus ada revitalisasi peran. Demikian juga di pesantren. Tidak menyelesaikan masalah hanya dengan “berekspansi” ke lembaga pendidikan tradisional itu. Lebih dari sekolah, masuknya IPNU-IPPNU ke pondok pesantren dihadapkan dengan tugas yang cukup berat. Sebagai lembaga pendidikan tertua, pesantren menyimpan potensi besar dalam keilmuan agama. Jika konsep pengembangan keilmuan agama yang ditawarkan IPNU-IPPNU di bawah kualitas pesantren, tentu ia menjadi tidak menarik. Tugas besar lainnya adalah melakukan “perkawinan” intelektual, agar dunia pesantren tidak saja “melek”, melainkan juga terbuka bagi penguasaan keilmuan umum. Hal ini menjadi penting sebagai “alat” pembumian keilmuan agama.
Kedua, dari sini, beranjaklah pada konsekuensi kedua, yaitu membangun gerakan berbasis keilmuan. IPNU-IPPNU mestinya ditempatkan sebagi organ pengkaderan yang menekankan pada penguatan intelektualisme kader. Istilah “pelajar” menjadi ikon sendiri bagai agenda ini. Kegiatan dan aktifitas organisasi mesti dilandasi dengan basis inteletualisme yang tangguh. Peran yang mesti dimainkan, salah satunya ditekankan pada peningkatan wawasan dan potensi keilmuan kadernya. Ini menjadi agenda kultural yang harus terus diperankan. Karena itulah perubahan orientasi gerakan menjadi niscaya dilakukan. Kecenderungan para kader untuk dipolitisasi dan mempolitisasi organisasi akan terbendung oleh orientasi keilmuan ini. Hal ini menjadi makin penting mengingat pendirian IPNU-IPPNU dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk melakukan penguatan keilmuan generasi muda.
Ketiga, sebagai organ pelajar IPNU dan IPPNU tentu tidak hanya berkungkung pada agenda-agenda internal NU. Ia harus disadari sebagai bagian dari gerakan pelajar di Indonesia. Sejak mula kelahirannya IPNU-IPNU memang menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan kaum terpelajar yang mewarisi tradisi perlawanan terhadap kolonialisme, dalam bentuk apapun. Berangkat dari kesadaran inilah sudah saatnya IPNU bersama IPPNU membangun strategi gerakan yang jitu dalam menunaikan amanah kepelajarannya. Salah satu agenda menonjol yang mesti dilakukan adalah advokasi pelajar dan pendidikan.
Secara kultural, advokasi kepelajaran dilakukan dengan melakukan pendampingan terhadap para pelajar dalam menapaki tugasnya sebagai pelajar dan membentenginya dari arus pembusukan. Pada saat yang sama, secara struktural IPNU juga harus melakukan advokasi pendidikan. Agenda ini harus dilakukan karena meskipun “zaman” telah berubah, masih terlalu banyak kebijakan pendidikan kita yang merugikan dan tidak memihak rakyat kecil, dari biaya pendidikan yang melangit sampai yang belakangan sedang ramai adalah Ujian Nasional (UN) yang tidak adil. Orde baru memang telah berlalu, tapi masih terlalu banyak “warisan” yang kita tanggung. Karena itulah berbagai kebijakan yang saat ini sudah tidak populer dan tidak relevan dengan demokratisasi harus dilawan.
 Tentu, “perlawanan” ini dan semua agenda-agenda di atas dilandasi komitmen ideologis yang kuat. Karena itulah penguatan basis ideologi menjadi hal yang tak dapat ditawar lagi. Sebagai bagian integral dari kultur dan struktur NU, segenap gerak langkah dan “ideologi” IPNU-IPPNU harus tetap berada dalam bingkai besar ahl al-sunnah wa al-jama'ah, atau yang kerap disebut dengan "Aswaja".




Orientasi Pengembangan IPNU Kedepan
a.      Penguatan kelembagaan
Ketidak jelasan bidang garap IPNU dalam ranah kaderisasi NU dimulai ketika kongres Jombang memutuskan akronim ‘P’ berubah dari pelajar ke putra. Akan tetapi hal ini tidak dapat disalahkan, karena Orde Baru sebagai jelmaan kekuasaan militer di Indonesia, pada saat itu sedang dalam posisi ‘On Power’ maka kemudian setiap potensi yang dianggap mengganggu akan disingkirkan kalau perlu ditumpas. kebijakan kebijakan yang bernuansa hegemonik mulai diterapkan, termasuk UU no 8 th 1985 tentang keormasan, dilanjutkan munculnya SKB 3 Menteri yang melakukan pelarangan organisasi di tingkat sekolah selain OSIS dan Pramuka.
Deklarasi makasar dan ditetapkannya keputusan di Kongres Surabaya yang menyatakan perubahan nama dari ‘Putra’ ke ‘Pelajar’ merupakan titik balik. Pilihan kembali kepelajar adalah bentuk kesadaran kritis IPNU terhadap kondisi kaderisasi yang ada di tubuh Nahdlatul Ulama dan berbagai problem bangsa kontemporer.
Empat tahun sudah pilihan dijatuhkan, akan tetapi fokus gerakan IPNU belum sepenuhnya terkonsentrasikan didunia pelajar dan santri. Sekali lagi pemakluman yang harus disampaikan untuk kasus ini karena secara utuh pembagian wilayah kaderisasi di NU juga carut marut!!! Bagaimana mungkin dalam rentang usia yang panjang (20 – 29 tahun) dua badan otonom diberi kewajiban melakukan kaderisasi atau malah berebut satu sama lain??? Apalagi oleh dua badan otonom, yang satu ‘pelajar’ dan yang satu ‘pemuda’, aneh bukan?. Dalam bahasa matematika, ‘irisan’ wilayah kaderisasi inilah yang perlu dirapikan.
Memperdebatkan hal diatas memang harus, akan tetapi hasil yang diharapkan tidak bisa dicapai dalam waktu singkat. Sambil menunggu proses, kesadaran akan fungsi organisasi kiranya menjadi solusi atas problem di atas. Ya!!! Mencurahkan seluruh potensi yang ada di organisasi untuk lebih fokus ke pelajar dan santri saya kira pilihan rasional. Disiplin gerak adalah kunci agar dari waktu ke waktu karya yang dilakukan dapat diukur, dievaluasi dan kemudian dicarikan solusi pengembangannya dikemudian hari.
Pembenahan di wilayah administrasi dan manajemen organisasi juga menjadi PR seluruh elemen yang terlibat dikepengurusan IPNU di semua tingkatan. Karena organisasi bekerja dan bergerak berdasarkan catatan administrasi yang ada dan penataan manajemen yang dilakukan. compang camping, semrawut, atau bahkan tidak ada catatan sama sekali, menjadi temuan yang umum ketika kita membuka-buka catatan administrasi yang dilakukan pengurus IPNU. Baik itu data base organisasi, surat masuk, surat keluar, agenda yang sudah dilakukan ataupun agenda yang akan dilakukan, bahkan jumlah anggota yang dimiliki juga tidak dimiliki. Bagaimana mungkin kita mau menyusun program kerja, kurikulum kaderisasi dan strategi pengembangan organisasi yang utuh dan rasional apabila data yang dipakai adalah asumsi atau bahkan palsu.
Kurangnya disiplin gerak dan kacaunya sistem administrasi organisasi memberi dampak pada lemahnya kurikulum kaderisasi, ketidak tertiban tahapan kaderisasi (formal dan non formal ) yang dilakukan dan kacaunya pembagian kerja diantara pengurus, sehingga kemampuan manajemen organisasi bagi pengurus tidak dapat didesain dan diukur lewat proses kaderisasi yang ada dalam organisasi.

b.      Penataan infrastruktur organisasi
Kepengurusan IPNU ada mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang, dan sampai Pimpinan Ranting dan Komisariat. kondisi dimasing masing daerah dan tingkatan berbeda satu sama lain. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini, baik itu kultur masyarakatnya, kinerja pengurus, dan dukungan dari stakeholder yang ada (NU, Ansor, Maarif, Pondok Pesantren, Pemerintah daerah setempat dll.)
Globalisasi semakin menenggelamkan semangat kolektif bangsa Indonesia, sehingga kesadaran berorganisasi ditingkat masyarakat juga semakin rendah. Dampak yang muncul bagi IPNU adalah terjadi pasang surut organisasi disemua tingkatan. Langkah yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi hal ini adalah :
1.       Melakukan reorganisasi bagi kepengurusan yang sudah habis periodesasinya.
2.       Revitalisasi organisasi di semua tingkatan yang kepengurusannya kurang jalan.
3.       Membentuk kepengurusan IPNU di daerah yang belum terbentuk.
4.       Disiplin pada aturan organisasi
5.       Ketaatan pada instruksi organisasi



c.       Kepemimpinan issue kepelajaran
Sebagai organisasi pelajar, IPNU selama ini belum maksimal memerankan dan mencerminkan sebagai organisasi pelajar. Walaupun di dalam keanggotaan dan kepengurusan banyak yang (maaf) sudah ‘kedaluwarsa’ untuk disebut sebagai pelajar, akan tetapi merumuskan issue strategis ke-pelajar-an dalam setiap nafas kegiatan IPNU yang dibuat adalah keharusan. Hal itu dilakukan untuk senantiasa mengingatkan jatidiri organisasi IPNU sebenarnya.
Tugas terberat sekarang adalah bagaimana disetiap daerah setiap ada persoalan yang berkaitan dengan pelajar, IPNU menjadi organisasi yang pertamakali merespon, atau minimal terlibat dalam merespon persoalan tersebut. Perlu kerja ekstra keras memang, karena kita semua harus sering mengikuti perkembangan informasi, berdiskusi, dan merumuskan solusi alternatif yang bisa kita tawarkan untuk menyelesaikan masalah pelajar yang terjadi di sekitar kita. Semoga !!!.
Hal yang harus segera dilakukan adalah membuat IPNU sebagai organisasi yang memberi pelayanan dan manfaat bagi pelajar, tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh pelajar misalnya, keterbatasan sarana belajar, kekurangan biaya sekolah, hilangnya motivasi belajar, masalah antar pelajar maupun antara pelajar dengan guru, antara pelajar dengan lingkungan ataupun dengan orang tua dll. Belum lagi ancaman bagi pelajar yang bersifat jangka panjang, misalnya NARKOBA, Free Sex, perdagangan anak dan pelacuran yang melibatkan pelajar.
Alternatif yang bisa IPNU lakukan antara lain fasilitasi peningkatan prestasii belajar (misalnya kelompok belajar / studi club dan lembaga bimbingan belajar) dan pembentukan kelompok yang bersifat kegemaran (olahraga dan seni). Apabila kita dapat konsisiten dalam kepemimpinan issue pelajar, maka setiap ada pelajar yang memiliki ketertariakan untuk terlibat aktif di organisasi, maka IPNU akan senantiasa menjadi tujuan dan pilihan utama bagi pelajar untuk bergabung.

d.      Pengembangan di remaja masjid
Globalisasi merupakan edisi baru ekspansi modal internasional ke seluruh pelosok bumi. Apapun akan dipakai untuk satu tujuan yaitu keuntungan sebesar besarnya bagi perusahaan internasional (Trans National Corporation / Multinational Corporation). Indonesia dengan potensi sumberdaya alam dan pangsa pasar yang sangat besar (jumlah penduduk 200 juta lebih), menjadi wilayah strategis untuk dijadikan ’ajang pertarungan’ bagi modal Internasional.
Menggelola remaja masjid sebagai basis organisasi IPNU di tingkat ranting juga sebagai pilihan strategi ketika kita memutuskan kembali ke Pelajar, akan tetapi secara Infrastruktur kaderisasi (guru, kurikulum, strategi) yang kita miliki untuk masuk ke sekolah terutama sekolah umum belum memadai dan masih kalah jauh dibandingkan dengan organisasi lain (PII, IRM, dan KAPPI). Pelajar atau remaja akan tertarik pada suatu kegiatan atau aktifitas apabila kegiatan tersebut memberi kontribusi bagi pengembangan dirinya, memberi tantangan, menyenangkan, dan variatif. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana kita mampu menjadikan organisasi remaja masjid menjadi organisasi yang menarik bagi setiap remaja Islam yang ada di sekitar masjid. Sanggupkah???
Untuk merealisasikan agenda ini, maka IPNU harus "berekspansi' ke sekolah dan pesantren. Namun tidak cukup dengan begitu saja. Apa yang harus dilakukan setelah masuk sekolah dan pesantren? Masuknya IPNU ke sekolah dan harus disertai dengan tawaran yang "menggiurkan" bagi proses pendewasaan siswa. Di sinilah harus ada revitalisasi peran.
Demikian juga di pesantren. Tidak menyelesaikan masalah hanya dengan "berekspansi" ke lembaga pendidikan tradisional itu. Lebih dari sekolah, masuknya IPNU ke pondok pesantren dihadapkan dengan tugas yang cukup berat. Sebagai lembaga pendidikan tertua, pesantren menyimpan potensi besar bagi keilmuan agama. Jika konsep pengembangan keilmuan agama yang ditawarkan IPNU di bawah kualitas pesantren, tentu ia menjadi tidak menarik.
Dari sinilah harapan IPNU menjadi organisasi gerakan pelajar menjadi mungkin. Tanpa kekuatan ideologi yang dimilikinya, mustahil sebuah gerakan bisa dilakukan dengan baik. Ikhtiar membangun masa depan IPNU yang visioner, menurut penulis, mesti diawali dengan penguatan basis idelogis yang kokoh. IPNU yang diharapkan menjadi organ pelajar yang penting dalam konstelasi gerakan pelajar di Indonesia sangat mungkin melakukan hal itu. Sebagaimana NU yang telah memiliki pengakuan dan reputasi yang besar, sebagai anak kandungnya IPNU wajib meneruskannya dengan menyelamatkan tradisi dan menancapkan ideloginya di tengah perubahan masyarakat yang dahsyat ini. Penguatan basis idelogis ini akan membuat kerja-kerja IPNU baik dalam ranah pengembangan organisasi, pengaderan, advokasi, maupun tugas-tugas kultural lain, akan mungkin dilakukan. Setelah basis idelogis ini dikuatkan, tugas selanjutnya adalah merancang kerja-kerja peradaban yang lebih luas.


Salam Pelajar………………..!!!!!!!!!
Semoga Sukses Selalu,,, Amiennnn…………



[1] Mahasiswa Fak. Dakwah IAIN Walisongo Semarang & Ketua Umum PAC IPNU Kec. Pemalang Masa Khidmat 2011-2013
[2] Sering diartikan sebagai pandangan hidup atau seperangkat nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan karenanya ia diposisikan sebagai pijakan dalam mengambil sikap dan keputusan. Menurut Kiai Ahmad Shiddiq, ada berbagai rumusan tentang ideologi. Pada pokonya ideologi diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita (filsafatnya, progam perjuangannya, taktik strateginya, sasarannya dan lain-lain).

Minggu, 25 September 2011

IMAM SYAFI’I


IMAM SYAFI’I

Karya yang ditulis Nahrawi ini dibagi menjadi tiga bagian yang diistilahkan dengan al-bab dan satu penutup. Bagian pertama membahas tentang kehidupan Imam Syafi'i (hayatu asy-syafi'i) dari kelahiran sampai menjadi seorang mujtahid dan wafatnya. Bagian ini terdiri dari lima fashl (bab).

Dalam bagian ini Nahrawi membicarakan tentang pertumbuhan, pendidikan, bagaimana ia memulai kehidupannya sebagai pelajar teladan kemudian menjadi intelektual yang cerdas, ahli fiqh yang cakap, dan mufti yang berpengalaman, ahli debat yang handal, sastrawan pandai, penyair yang hebat, peletak dasar ilmu ushul fiqh, mujtahid terkenal yang banyak pengikutnya. Dengan kata lain, dalam bagian ini Nahrawi ingin menghadirkan Imam Syafii sebagai sosok teladan yang memiliki kepribadian baik dan sosok fenomenal karena pengaruhnya yang begitu kuat dalam dunia Islam.

Bagian kedua membicarakan tentang masa Imam Syafi'i. Bagian ini terdiri dari lima bab. Dalam bagian kedua, Nahrawi berusaha menjelaskan pelbagai kondisi pada saat itu, baik kondisi sosial, politik, kebudayaan, hukum, pandangan-pandangan teologis dan fiqh yang dominan pada saat itu serta sikap Imam Syafi'i terutama terhadap pandangan ahlul ra’yi dan ahlul hadits.

Bagian ketiga membicarakan tentang Madzhab Syafi'i. Bagian ini terdiri dari tiga bab. Dalam bagian ketiga ini yang dibicarakan adalah mengenai sumber-sumber hukum menurut Imam Syafi'i, yaitu al-Kitab, as-Sunnah, al-Ijma`, dan al-Qiyas. Begitu juga disebutkan dalam bagian ini bagaimana pandangan Imam Syafi'i tentang an-Nasikh wa al-Mansukh, al-Maslahah al-Mursalah, al-Istihsan, Qaul ash-Shahabah, Praktek Penduduk Madinah (‘Amalu Ahl al-Madinah). Semua ini didasarkan pada penjelasan Imam Syafi'i yang tertuang dalam kitab ar-Risalah-nya.

Selanjutnyanya membicarakan tentang Fiqh Syafi'i dan menganalisa dengan teliti beberapa pendapat Imam Syafi'i ketika menetap di Irak yang lebih dikenal dengan Qaul al-Qadim atau Madzhab asy-Syafi'i al-Qadîm, dan saat menetap di Mesir yang lebih dikenal dengan Qaul al-Jadid atau Madzhab asy-Syafii al-Jadîd.

Dalam konteks ini, Nahrawi juga menguraikan sikap Imam Syafi'i terhadap Qaul al-Qadim-nya, pandangan para pengikutnya terhadap Qaul tersebut, serta hukum mengamalkannya. Dan menyebutkan para pengikut Imam Syafi'i, mulai dari Imam Ahmad bin Hanbal yang kemudian mendirikan Madzhabnya sendiri sampai dengan Tajuddin as-Subki serta pengaruh mereka dalam menyebarkan mengembangkan dan menyebarkan Madzhab Syafi'i.

Dan untuk menyempurnakan isi bukunya, Nahrawi mejuga membicarakan tentang takhrij, tarjih, dan mujtahid dalam Madzhab Imam Syafi'i. Serta menyebutkan pengaruh Imam Syafi'i dan karya-karyanya, yaitu Musnad asy-Syafii, al-Hujjah, al-Mabsuth, dan al-Umm.

Dan sebagai penutupnya, Nahrawi tidak lupa memanjatkan puji syukur kepada Allah swt atas segala pertolongan, nikmat, dan taufik-Nya yang telah diberikan kepada dirinya. Dan semua yang dipaparkan dalam buku setebal 744 halamanan ini pada dasarnya menyingkap bahwa Imam Syafii adalah sosok fenomenal yang memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap dunia Islam dan membeberkan kelebihan-kelebihannya.

Upaya Nahrawi untuk membahas secara detail tentang Imam Syafi'i patut diacungi jempol. Tetapi patut disayangkan dalam buku ini kita tidak menemukan kritik yang tajam. Meskipun demikian, setidaknya ia telah berhasil menyuguhkan sosok agung Imam Syafi'i, madzhab, serta pengaruhnya yang luar biasa terhadap dunia Islam.
 
Demikianlah, apa yang telah ditulis oleh salah seorang intektual Muslim Indonesia tentang Imam Syafi'i, dan semoga buku ini bisa menjadikan penyemangat intektual-intelektual yang lainnya untuk berkarya demi kemajuan pemikiran dunia Islam. Amin. []

Jumat, 23 September 2011

Air Sebagai Sumber Kehidupan


Air adalah suatu benda cair yang tersusun atas dua atom hidrogen yang bergabung dengan satu atom oksigen dalam satu ikatan kovalen tunggal. Air merupakan salah satu unsur kehidupan, dengan kata lain tanpa air tidak akan terjadi kehidupan (QS. Al-anbiya' ;30).
Air seperti halnya energi, yaitu hal yang esensial bagi pertanian, industri, dan hampir semua kehidupan. Air dapat berubah menjadi kristal-kristal yang indah bila kata-kata yang baik yang selalu keluar dari mulut kita. Sebaliknya mereka yang selalu menggunakan kata-kata yang negatif seperti kamu bodoh atau kamu jelek, maka kristal air yang terlihat akan rusak dan tidak utuh. Demikian pandangan Masaru Emoto dalam bukunya "The True Power Of Water'.
Ayat-ayat Al Quran dan hadis yang sahih banyak menjelaskan tentang air. Al Quran menyebut kata "Ma un" (air) berulang 63 kali di beberapa surah dalam berbagai konteks seperti, kehebatan air, manfaat air, dan sisi negatif air. Keagungan air tergambar dalam Surah Hud ayat tujuh yang menginformasikan bahwa Arasy Allah berada di atas air.
Guru besar Biologi di RS Pendidikan Saint Luc, Brussel. Belgia membukakan kemungkinan yang lebih luas tentang kehidupan di Mars. “Kita tak dapat mengecualikan kemungkinan bahwa kehidupan di planet kita berasal dari mars atau kehidupan di Mars itu datang dari planet kita dengan dibawa oleh meteorit yang –mengangkut sejumlah bakteri yang tahan (berbagai kondisi),". Baru-baru ini para astronom di Garching, Jerman menemukan sebuah planet nan jauh di luar angkasa sana yang diberi nama "Planet Super Bumi" Menurut para ahli bahwa di planet ini kemungkinan ada air. Lalu adakah kehidupan di sana? Wallahu a'lam

Mutiara Hati

Hatiku sedih
Hatiku gundah
Tak ingin pergi berpisah
Hatiku bertanya
Hatiku curiga
... Mungkinkah kutemui kebahagiaan seperti di sini
Sahabat yang selalu ada
Dalam suka dan duka
Sahabat yang selalu ada
Dalam suka dan duka
Tempat yang nyaman
Kala ku terjaga
Dalam tidurku yang lelap
Pergilah sedih
Pergilah resah
Jauhkanlah aku dari
Salah prasangka
Pergilah gundah
Jauhkan resah
Lihat segalanya lebih dekat
Dan 'kubisa menilai lebih bijaksana
Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya lebih dekat
Dan 'kuakan mengerti

Minggu, 11 September 2011

FENOMENA ABORSI DI KALANGAN MASYARAKAT KITA SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA

I.       PENDAHULUAN
Bukanlah hal yang asing yang terdengar di telinga terutama di kota-kota besar telah banyak berdiri klinik-klinik aborsi yang belum tentu memiliki ijin. Padahal aborsi merupakan salah satu titik  tindak pidana yang dapat dihukum dengan hukuman kurang lebih lima belas tahun penjara. Biasanya mereka melakukan aborsi ke tempat dukun, klinik dan rumah sakit. Mereka berani menawarkan jasa aborsi dengan imbalan yang lebih mahal. Dilihat dari realita semacam ini, siapakah yang harus dipersalahkan? Apakah si aborsi ataukah si penjual jasa aborsi. Apakah ini yang dinamakan negara Indonesia? Padahal negara Indonesia dikenal dengan kepribadian yang ramah dan memiliki sopan santun  yang tinggi, tetapi kenyataannya sebaliknya, sekarang banyak pasanagn pra nikah yang berani melakukan aborsi guna menjaga harga diri keluarga maupun dirinya sendiri.

II.    PEMBAHASAN
Al ijhadl (abortus) dalam bahasa Arab artinya pengguguran janin dari rahim. Para fuqaha mendefinisikan al ijhadl (abortus) sebagai gugurnya janin sebelum dia menyempurnakan masa kehamilannya.[1]
Beberapa penelitian mengungkapkan ada perubahan pandangan dan perilaku seksual di kalangan remaja. Salah satunya menimbulkan tren bahwa kegadisan bukanlah sesuatu  yang harus dipertahankan untuk dipersembahkan kepada sang suami kelak. Remaja yang mengetahui dirinya sudah tidak gadis lagi bukanlah suatu hal yang aneh. Begitu juga dengan aborsi yang semakin merebak di kalangan masyarakat kita khususnya di kalangan remaja akibat pergaulan bebas yang tidak terkontrol.
Mereka yang umumnya masih berstatus pelajar atau sekolah atau kuliah, tentunya tak rela atau justru tak mau menerika kewajiban  sebagai pertanggung jawaban atas perbuatannya.
Akibat kehamilan yang tidak dikehendaki akan terjadi, padahal dari sudut apapun mereka tidak siap menemuinya, ironisnya yang merasakan efek dari petaka tersebut adalah si wanita, wanita akan merasakan beban psikologi yang sangat berat, karena itu perbuatan tercela itu mempunyai kecenderungan berujung pada tindakan aborsi.
Banyak kasus aborsi, biasanya selain belum punya cukup umur untuk bertanggung-jawab, juga kemampuan untuk bersikap dewasa juga masih kurang, tantangan berat tersebut menghadapkan pilihan sulit yang menimbulkan petaka.[2]
Orang-orang semacam itu memilih jalan pintas berupa aborsi. Kalau pada akhirnya ia melakukan tindakan aborsi, bisa jadi karena dianggap jalan alternatif paling mudah dan tidak membawa akibat, padahal sesungguhnya membawa dampak kurang baik yang cukup panjang bagi pelakunya.
Di sisi lain, terdapat dampak negatif dalam proses aborsi ini. Jelas saja, bila praktek aborsi dilakukan oleh tenaga medis seperti dokter atau bidan. Mungkin bisa sedikit awam tetapi belum tentu. Karena mungkin kurang bersih sehingga menimbulkan sisa janin dalam rahim. Namun bila praktek aborsi ditangani oleh seorang dukun. Mungkin akan lebih banyak kekhawatiran dan kecemasan pada si pasien, diantaranya karena alat praktek yang kurang dan mungkin tidak steril itu,  pasien akan mengalami infeksi dan mungkin yang lebih parah lagi seorang pasien akan mengalami kanker, ketidak normalan dalam benih janin (calon bayi) bisa cacat atau akan mati. Dan tidak mustahil lagi pasien akan banyak mengalami kematian.[3]
Aborsi dapat terjadi dan sengaja akibat upaya-upaya tertentu dari pihak perempuan dengan meminum obat-obatan tertentu atau dengan membuat gerakan-gerakan tertentu yang kasar.
Aborsi ini haram karena merupakan penganiayaan terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya dan merupakan suatu tindak kriminal yang mewajibkan diyat (tebusan). Allah berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al An’am: 151)[4]

Dalam prakteknya ada berbagai teknik yang bisa dilakukan dalam penanggulangan mengenai masalah aborsi pada masyarakat kita:
A.            Penanganan individual
Dalam penanganan secara individual ini bisa dilakukan beberapa macam teknik.
1.      Pemberian petunjuk atau nasehat
2.      konseling
3.      Psikoterapi
Sasarannya adalah mengubah struktur kejiwaan klien agar ia mampu untuk lebih menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Dalam hubungan ini ada beberapa aliran psikoterapi.[5]
a.       terapi tingkah laku
b.      terapi psikonalitik
c.       tarapi humanistik
d.      terapi transpersonal
B.            Penanganan keluarga
C.            Penanganan kelompok
D.            Penanganan pasangan
Faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpanagn seksual itulah yang akhirnya mengarah pada fenomena aborsi, adapun faktor-faktor penyimpangan seksual diantaranya.
  1. Meningkatnya libido seksual
  2. Penundaan usia perkawinan
  3. Tabu/larangan
  4. Kurangnya informasi tentang seks
Pergaulan yang makin bebas.[6]


[1] Abdul Wadir Zailum, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam”, Bangil: al Izzah, 1998)
[2] Semarang Post, 25 September 2003, hlm 2
[3] Exfani Yanuarta Fokus Semarang Post 23 September 2003, hlm 2
[4] Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta: PT Bumi Restu, 1975, hlm
[5] Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004,  hlm 233-235.
[6] Ibid, hlm 151-152

Pentingnya Pendidikan pada Usia Dini

Pendidikan anak usia dini perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Berbagai hasil studi menunjukkan, jika pada masa usia dini terutama masa emas (4 tahun ke bawah) seorang anak mendapat stimuIasi maksimal, maka potensi anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal.  Selain itu, menurut penelitian para ahli pendidikan, pembentukan potensi belajar pada seseorang sebanyak 50% terjadi pada usia 0-4 tahun. Karena itu, usia balita yang disebut sebagai masa pembentukan adalah waktu paling tepat menanamkan minat anak untuk membaca. Seorang psikolog dari Universitas Rutgers di New Brunswick, New Jersey, Judith A Hudson Ph.D mengatakan, orangtua dapat mulai memperkenalkan buku pada anak sejak usianya 6 bulan. Pada usia tersebut, bayi sangat menyukai buku-buku sederhana yang dilengkapi banyak gambar dan lambang.

Kebiasaan belajar yang ditanamkan sejak dini—termasuk kegiatan membaca—akan membuat anak juga terbiasa dengan keberadaan bahan bacaan di sekelilingnya. Dan, ini akan membentuk mereka untuk menyukai benda yang bernama buku. Bahkan, bisa jadi mereka lebih menyukai buku ketimbang mainan. Stimulus-stimulus yang diberikan sejak awal mungkin akan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menikmati unsur-unsur grafis yang ada di dalam buku. Tidak hanya gambar, komposisi warna yang baik, namun termasuk juga huruf-huruf dan angka-angka